Beranda Editorial Konser Amal Bukan Ajang “Senang-Senang”

[Editorial] Konser Amal Bukan Ajang “Senang-Senang”

Ilustrasi. (Wendi Amiria/DETaK)

Redaksi | DETaK

Baru-baru ini masyarakat Aceh sempat dihebohkan dengan sebuah kegiatan konser amal oleh organisasi Himpunan Sendratasik (Seni, Drama, Tari, dan Musik) USK (Universitas Syiah Kuala) yang dikecam banyak orang akibat dari beberapa pelanggaran yang terjadi selama berlangsung acara. Kegiatan yang dilakukan pada Kamis, 22 April 2021, telah banyak mendapat sorotan dari beberapa kalangan, khususnya para mahasiswa di Aceh itu sendiri. Di dalam sebuah rekaman yang beredar di sosial media, muda-mudi ini terlihat sedang berkerumunan di lokasi kejadian, yakni sebuah kafe yang terletak di daerah Peunayong, Banda Aceh. Menurut video yang beredar tersebut, sekelompok muda-mudi tersebut juga melakukan joget ria sambil mengikuti alunan musik saat acara tersebut berlangsung sehingga menciptakan suasana yang tidak kondusif.

Jika ditilik lebih dalam, tindakan semacam ini tidak elok untuk dilakukan di masa sekarang ini. Kasus positif Covid 19 terus meningkat dalam beberapa hari terakhir ini di Banda Aceh. Dikutip dari Serambinews.com, Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh mengonfirmasi penambahan kasus positif Covid 19 di Banda Aceh sebanyak 20 orang pada Rabu, 21 April 2021. Dari total kasus pada hari itu, terhitung sebanyak 2498 orang dinyatakan positif. Melihat angka kasus positif yang semakin meningkat, ditambah dengan adanya kerumunan muda-mudi tersebut dikhawatirkan virus Corona akan semakin mengganas di wilayah Banda Aceh. Ini tentunya akan berisiko besar dalam menimbulkan klaster baru yang dapat memperparah keadaan lingkungan sekitar.

IKLAN
loading...


Hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah mengenai aksi joget-joget yang merupakan hal tabu dalam pandangan masyarakat Aceh. Selain itu, Provinsi Aceh dikenal sebagai daerah dengan penegakan syariat Islam di dalam segi pemerintahannya. Hal ini didukung dengan kondisi lingkungan masyarakatnya yang sangat berpegang erat dengan kaidah agama sehingga telah mengakar menjadi sebuah adat. Di dalam islam, aksi joget-joget ini memiliki konotasi negatif sebab berpeluang bercampurnya laki-laki dan wanita yang bukan mahram di dalamnya. Lokasi kegiatan yang juga sebetulnya berdekatan dengan jalan raya dan tempat-tempat umum disekitarnya tentunya dapat menarik perhatian banyak orang sehingga kejadian ini dengan mudah tersebar luas. Viralnya kejadian ini juga akan berdampak pada buruknya citra masyarakat daerah lain terhadap provinsi Aceh itu sendiri yang notabenenya kental dengan ajaran Islam.

Semoga kejadian ini menjadi pembelajaran beharga bagi semua orang, khususnya anak muda, untuk selalu memperhatikan segala situasi dan kondisi selama acara berlangsung. Pentingnya kontrol penuh dari pihak panitia terhadap proses berjalannya acara menjadi unsur utama agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi di masa depan. Upaya ini dilakukan untuk  terus menjaga  harkat dan martabat masyarakat Aceh supaya tidak dipandang sebelah mata oleh banyak orang. []