Beranda Headline Abdurrahman Kaoy dalam Seminar: Indonesia Tiada Tanpa Aceh

Abdurrahman Kaoy dalam Seminar: Indonesia Tiada Tanpa Aceh

BERBAGI
Abdurrahman Kaoy (Istimewa)

Radhia Humaira [AM] | DETaK

Darussalam Abdurrahman Kaoy selaku wakil ketua Majelis Adat Aceh (MAA) mengisi seminar nasional Membangun Negeri yang bertajuk “Peran Perguruan Tinggi dalam Membangun Agrowisata di Indonesia” pada Islamic Agriculture Festival (IAF) 2015 di aula gedung Multi Purpose Room (MPR) Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, 26 November 2015.

Pada kesempatan tersebut, Abdurrahman Kaoy mengupas tentang sejarah Aceh yang sangat berjasa atas kemerdekaan Indonesia, meski merasa balasan yang diberikan Indonesia ibarat air susu dibalas air tuba.

Iklan Souvenir DETaK

“Kalau Aceh tidak ada, Indonesia tidak ada.” ujarnya.

Dalam seminarnnya, Ia memaparkan tentang perjalanan kemerdekaan Indonesia yang tak luput dari dukungan para pahlawan Aceh. Hal ini ditandai oleh kedatangan Bung Karno ke Aceh sebanyak 4 kali, diantaranya dalam rangka meminta Aceh untuk mengusir penjajah dan berjanji mendirikan Negara Indonesia atas nama agama. Selanjutnya, sumbangan seberat 25 kg emas dari Aceh untuk membeli pesawat. Pada kali ketiga, Soekarno meminta Aceh agar dibentuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sebelumnya di Aceh telah ada pasukan mujahidin sebagai pertahanan Aceh. Dan pada kali ke empat, Bung Karno membawa seluruh menteri untuk berterimakasih kepada Aceh hingga Aceh memberikan jas putih kepada mereka. Baju tersebut sampai sekarang masih dikenakan sebagai seragam kebesaran seperti pada acara pelantikan-pelantikan Gubernur, Bupati, dan sebagainya.

Ia mengungkapkan bahwa bangsa Aceh adalah bangsa yang bermartabat, sebab itu sebagai rakyat Aceh wajib mengenal diri Aceh atau sama halnya dengan mengenal diri sendiri. Aceh sebagai bangsa yang kuat dibuktikan dengan lahirnya para pahlawan inong yang ikut berpartisipasi dalam meraih kemerdekaan.

Menurutnya, Aceh telah mengakui gender dari dulu, terbukti saat sejarah mencatat adanya tengku Fatimah yang memimpin pasukan Inong Balee dengan jumlah 2000 jiwa tempo dulu. Inong Balee  ini adalah para istri yang ditinggalkan suaminya berperang dan kemudian syahid.

Tokoh yang pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Dakwah UIN-Ar Raniry pada 1990-2004 ini menggambarkan betapa kekayaan Aceh tidak dapat dihitung dengan sejarah-sejarahnya. Ia menambahkan bahwa sebutan “Gunung Seulawah” itu pun punya asal-usulnya, yaitu yang diawali oleh selawat yang dikumandangkan syekh Abdullah dengan 300 pasukannya di tempat tersebut. Ia juga mengaku banyak konsep dari Aceh yang menginspirasi Indonesia seperti BAPEDA yang menjadi BAPENAS, DMA menjadi DMI, RMA menjadi RMI dan sebagainya.

Menurutnya, perkembangan Aceh ke depan sangat ditenntukan oleh keadaan generasi sekarang. Ia mengharapkan agar semua rakyat Aceh menjadi rahmatan lil a’lamin, berilmu dan beriman serta benar-benar menjadi harapan bangsa yang dapat diandalkan. Ia juga berpesan agar pemerintah yang menjabat sekarang mampu benar-benar memikirkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk kebesar-besar kemakmuran rakyat”, agar tidak menjadi suatu konstitusi yang terabaikan.[]

Editor: Riska Iwantoni