Beranda Headline Mahasiswa Unsyiah Enggan Bimbingan

Mahasiswa Unsyiah Enggan Bimbingan

BERBAGI
(Ist.)

Raudhatul Muna | DETaK

Darussalam – Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) enggan memanfaatkan fasilitas  bimbingan yang disediakan oleh Unit Pengembangan Teknis (UPT.) Bimbingan Konseling. Hal tersebut juga disampaikan oleh Kepala UPT. Bimbingan Konseling Syaiful Bahri, pada Kamis, 29 Maret 2018.

Syaiful menyebutkan, meskipun sudah berdiri sejak lama, namun sangat disayangkan banyak mahasiswa yang tidak memanfaatkan layanan konseling tersebut.

Iklan Souvenir DETaK

“UPT. Bimbingan Konseling tidak hanya mengkhususkan bimbingan mahasiswa yang memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang rendah, namun terbuka bagi seluruh mahasiswa, karena UPT ini bergerak untuk membantu para mahasiswa untuk menyelesaikan program studinya dengan tepat waktu dan sukses,” awal Syaiful.

Syaiful melanjutkan bahwa kurang dari 10% mahasiswa yang bersedia untuk bimbingan.

“Faktor yang mempengaruhinya bisa jadi karena asumsi masyarakat yang beranggapan bahwa membicarakan lah-hal yang bersifat pribadi bisa menimbukan sudut pandang lain, dan anggapan bahwa berurusan Bimbingan Konseling berarti anak yang bermasalah,” lanjutnya.

Syaiful memaparkan, berkaitan dengan tujuannya untuk membantu mahasiswa, sejatinya tujuan atau fungsi dari bimbingan konseling ada empat yakni, pengembangan, pencegahan, pemahaman dan penuntasan. Metode yang dilakukan yang sifatnya pengembangan, pencegahan, pemahaman dengan layanan informasi dan sosialisasi, sedangkan yang sifatnya penuntasan dilakukan dengan konseling individu ataupun kelompok.

Kegiatan pengembangan yang dilakukan oleh UPT. Bimbingan Konseling sendiri seperti pengembangan diri bagi mahasiswa untuk menyadari potensi yang dimiliki. Kegiatan pencegahan seperti sosialisasi mengenai cara belajar yang baik, sosialisasi bahwa narkoba juga sebagai penghambat prestasi dan sebagainya. Narasumber yang dihadirkan berasal dari BNN (Badan Narkotika Nasional) ataupun dari rumah sakit jiwa. Kegiatan pemahaman diri adalah mencari bakat, dan potensi mahasiswa. Kegiatan penuntasan adalah memanggil mahasiswa yang benilai IPK rendah

“Kegiatan penuntasan adalah pemanggilan mahasiswa dengan IPK rendah, terutama semester 2, kenapa kita panggil yang semester 2, karena semester 2 masih rentan dengan peralihan masa SMA. Dari semua masalah 5% berasal dari intelektual dan selebihnya nonintelektual, seperti kebiasaan belajar, lalai dan sebagainya,” papar Syaiful lebih lanjut.

Sistem kerja dari UPT. Bimbingan Konseling adalah dengan cara memanggil mahasiswa yang memiliki IPK rendah, dengan nama-nama yang telah dikirimkan oleh dekanan fakultas masing-masing. Pemanggilan ini bertujuan untuk pencegahan Drop Out (DO) dan peningkatan prestasi. Namun lagi-lagi sangat disayangkan, setelah pemanggilan masih terdapat mahasiswa yang tidak memenuhi panggilan tersebut.

“Tetapi setelah kita panggil, dari 171 orang hanya 25 orang yang datang. Pemanggilan biasanya dilakukan dua kali, karena mahasiswa tidak mau datang secara suka rela. Harusnya konseling dilakukan dengan sukarela, tetapi jika tidak kita panggil tidak ada yang mau datang secara suka rela,” sayangnya.

Syaiful menyinggung tingkat efektifitas layanan masih tergantung pada sudut pandang. Jika dilihat dari pemanfaatannya tentu belum terlihat maksimal, terlepas dari layanan ataupun fasilitas.

“Tetapi setelah kita melihat hasil, dengan melihat keberhasilan mahasiswa setelah mengikuti bimbingan walaupun ada faktor lain dari perubahan prestasi tetapi kami juga ikut berperan dalam proses tersebut,” sambung Syaiful.

Diakhir wawancara, Syaiful  juga berpesan bahwa dalam belajar mahasiswa harus mengoptimalkan faktor internal dan faktor eksrternal.

“Setiap mahasiswa, dalam belajar harus mengoptimalkan faktor internal dan juga faktor eksternal. Dimana faktor internalnya adalah kondisi fisik, kesehatan, minat, motivasi, dan kecerdasannya harus dioptimalkan. Sedangkan faktor eksternalnya adalah lingkungan, teman bergaul, bahkan teman kos juga harus diperhatikan. Jika keduanya tidak optimal maka proses belajar tidak dapat optimal pula,” akhir Syaiful.[]

Editor: Maisyarah Rita