Beranda Opini Demokrasi atau Democrazy di Kampus FISIP Unsyiah?

Demokrasi atau Democrazy di Kampus FISIP Unsyiah?

BERBAGI
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unsyiah. (Riska Iwantoni/DETaK)

DETaK | Opini

“Pemberangusan dan pengebirian hak mahasiswa untuk berekspresi, berpendapat dan berdiskusi, kini terjadi lagi di kampus FISIP kita,”

Proses Demokrasi Pemilihan Raya (Pemira) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM FISIP) selama 2 minggu telah terjadi banyak polemik, mulai dari penundaan waktu, tidak lengkapnya berkas dari salah satu calon hingga munculnya isu perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) untuk mengubah syarat pencalonan sebagai Ketua dan Wakil Ketua BEM FISIP Unsyiah. Hal itu dilakukan oleh pihak Komisi Pemilihan Raya (KPR) sebagai pihak penyelenggara, tim sukses salah satu calon, dan Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni. Beberapa pihak tersebut telah mencederai proses berlangsungnya Pemira BEM FISIP Unsyiah. Seharusnya mereka harus bersikap tegas dan taat terhadap peraturan yang telah disahkan oleh mereka sendiri.

Iklan Souvenir DETaK

Proses pengkerdilan demokrasi bukan hanya itu saja, namun telah banyak  permasalahan yang terjadi pada Pemira FISIP kali ini. Pemira BEM FISIP ini sendiri berupaya untuk memeriahkan pesta demokrasi yang bertujuan untuk proses pendidikan mahasiswa agar turut berpartisipasi dalam perkembangan dan pengembangan kampus FISIP Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Kemudian mengapa terjadi banyak sekali permasalahan yang terus berkelanjutan seperti ini? Seakan-akan banyak pihak yang ingin menurunkan semangat mahasiswa yang kritis dengan permasalahan yang bertubi-tubi sehingga menimbulkan kepenatan bagi mahasiswa dalam berdemokrasi.

Apa yang salah dari upaya mahasiswa yang ingin menjalankan demokrasi dengan benar dan sesuai aturan?

Mengapa Cap ‘Terlalu berambisi’ Mudah Sekali dilontarkan dan membuat salah satu pasangan dicap seolah haus kekuasaan?

Mengapa pihak Dekanat kampus seolah ingin membuat jalan tengah agar kedua calon dapat lolos persyaratan, padahal salah satu calon tidak dapat memenuhi syarat sesuai yang telah di tetapkan?

Mengapa payung hukum AD/ART kembali di perdebatkan hanya karena gara-gara satu kata yang berbeda persepsi? Padahal AD/ART tersebut telah di sepakati pada sidang umum Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) FISIP lalu. Apakah logika berpikir tersebut dapat diterima sebagai proses awalan pembelajaran demokrasi bagi mahasiswa? Bagaimana cara untuk mencerdaskan mahasiswa dalam berpendapat, berekspresi dan berdiskusi tentang demokrasi apabila aturan yang telah dibuat, kemudian dilanggar sendiri oleh pihak terkait?

Melalui pertanyaan-pertanyaan diatas, wajib kita ketahui bahwa demokrasi adalah sebuah sistem yang menjunjung tinggi nilai-nilai tentang keterbukaan persamaan hak, transparansi, keadilan dan hak azasi manusia. Demokrasi kampus merupakan awal dari demokrasi yangkemudian hari akan terjadi di Indonesia. Nah, apabila aturan yang telah dibuat lalu dipermainkan hingga mencederai demokrasi kampus seperti permasalahan yang terjadi di atas  bagaimana ketika mahasiswa nantinya terjun langsung kedalam masyarakat bisa menjalankan proses demokrasi dengan baik dan benar? Riskan sekali apabila dari awal pendidikan bagi mahasiswa ini dihadapkan pada contoh-contoh untuk berbuat curang dan menghalalkan segala cara agar dapat meraih kekuasaan tersebut.

Kondisi mahasiswa FISIP hari ini sebenarnya masih dalam tahap pemahaman demokrasi yang mana sangat perlu untuk meningkatkan taraf kesadaran massa mahasiswa agar lebih maju dan kualitatif, yaitu menuju kesadaran politik, untuk mendorong hal tersebut tentunya harus melalui proses yang cukup sistematis, agar kemudian bisa diterima dan direspon oleh massa mahasiswa. Pilihannya adalah dengan mendorong peningkatan analisa tentang sistem demokrasi kampus yang jujur, transparansi dan berkeadilan. Karena hal inilah yang memang seharusnya ditekankan pada pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran proses Pemira FISIP kali ini, terlebih hari ini kawan-kawan mahasiswa umumnya, lebih dominan dipengaruhi oleh culture yang hedonisme oleh perkembangan zaman teknologi yang sudah canggih sehingga semakin banyaknya pola pikir mahasiswa yang apatis terhadap situasi yang terjadi di lingkungan kampus FISIP Unsyiah.

Ini menjadi masalah besar yang harusnya cepat ditanggapi dan diarahkan dengan baik dan benar oleh para “Orang Tua” mahasiswa yang berada di kampus FISIP supaya permasalahan seperti ini tidak lagi terjadi. Kita berharap kedepan kader-kader mahasiswa FISIP dapat memberikan dampak baik bagi kemajuan Aceh dan Indonesia pada masa yang akan datang.[]

Penulis opini adalah Azhari, Wakil Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik FISIP Unsyiah.

Editor: Maisyarah Rita