Beranda Opini Pemira Wadah Belajar, Tak Perlu Ada Ketakutan terhadap Konflik

Pemira Wadah Belajar, Tak Perlu Ada Ketakutan terhadap Konflik

Sumber: Ist.
loading...

Opini | DETaK

Usulan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Syiah Kuala terkait pelaksanaan Pemilihan Raya (Pemira) untuk tahun 2018 dengan sistem yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, lewat siaran pers Detak Unsyiah sudah sampai kepada sebagian besar mahasiswa Unsyiah, bahkan hampir keseluruhan mahasiswa telah mendengar usulan tersebut. Usulan tersebut merupakan usulan yang kami apresiasi dengan baik sebagai wujud keseriusan MPM dalam melaksanakan tugasnya, sekaligus dengan pikiran yang terbuka kami beranggapan bahwa usulan tersebut lahir karena niat baik dari pihak terkait untuk membawa Unsyiah kearah yang lebih baik. Dipublikasikan nya usulan tersebut juga merupakan gambaran bahwa usulan tersebut juga telah didiskusikan dengan baik oleh pihak-pihak terkait yang berwenang.

Majelis Permusyawatan Mahasiswa dalam pernyataan nya menyertakan alasan yang cukup kongkret terhadap ide yang dimunculkan. Namun, sebagai tempat dituangkannya aspirasi mahasiswa MPM dan DPM tentunya tidak menutup diri untuk menerima saran dari mahasiswa yang diwakilinya.

IKLAN
loading...


Pertama terkait tujuan dilakukanya pemira dengan sistem yang baru, yaitu ketua BEM hanya dipilih oleh MPM sebagai perwakilan mahasiswa dari masing-masing Fakultas, dengan alasan memperkecil kemungkinan munculnya konflik yang melibatkan banyak massa. Hal ini adalah sebuah kesalahan dalam memaknai sebuah proses pembelajaran di dalam kampus. Sebagai suatu wadah belajar kampus seharusnya bukan hanya menjadi tempat belajar bagi mahasiswa sesuai dengan bidang keilmuan nya saja, Pemira adalah salah satu wadah belajar yang memang tidak secara tertulis menjadi sebuah mata kuliah, namun melalui pemira lah mahasiswa dapat belajar untuk memahami konflik yang terjadi dalam suatu kegiatan politik, konflik yang terjadi saat pemira setingkat kampus bisa menjadi bahan acuan untuk menghadapi konflik yang lebih besar yang sangat memungkinkan terjadi dalam skala yang lebih besar juga pada pemilihan lainya, seperti pemilihan presiden maupun anggota legislatif yang sebentar lagi akan kita hadapi bersama. Pemira juga merupakan salah satu pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa yang berkuliah di jurusan yang tidak berfokus pada politik, yang dalam prosesnya jarang sekali dikenal kan dengan ranah politik dan pemerintahan, pemira dapat digunakan sebagai ajang menumbuhkan kepedulian dan kepekaan dalam diri mahasiswa yang tentunya akan menjadi contoh bagi masyarakat lainya.

Kedua, terkait sikap apatis yang masih menjadi permasalahan di Negara Indonesia, seharusnya hal ini menjadi bahan pertimbangan dalam mengajukan usulan tersebut, sistem yang dilaksanakan dikampus haruslah berorientasi pada pembentukan mahasiswa dan lulusan yang memiliki nilai dan sikap sebagai partisipan aktif, yaitu individu yang berorientasi pada output dan input politik, yang dalam pelaksanaan nya mampu memberikan usul mengenai suatu kebijakan yang dibuat, memiliki sikap asertif dalam mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan. Sebaliknya, jika pemilihan dilakukan hanya oleh MPM akan memungkinkan terciptanya partisipan pasif, yang bersifat hanya berorientasi pada output politik saja, lebih parah nya lagi akan memunculkan sikap yang hanya menerima dan menuruti seluruh kebijakan yang diterapkan oleh lembaga lembaga terkait minsalnya seperti BEM atau DPM,  serta akan berlanjut kepada hilangnya kepedulian terhadap tugas yang dimiliki oleh mahasiswa sebagai salah satu media pengontrol kebijakan publik kedepanya, karena munculnya sikap apatisme dan merasa telah diwakilkan oleh orang lain.

Berdasarkan argumen bahwa MPM yang beranggotakan DPMU dan DPMF dari masing masing fakultas sebagai perwakilan dari mahasiswa tentu tidak mencerminkan proses pemilihan yang ideal, selayaknya dalam sebuah pemilihan pemimpin sebuah lembaga yang menaungi seluruh mahasiswa Unsyiah, seharusnya perlu untuk seluruh mahasiswa mengenal dengan baik calon pemimpinya, baik secara prestasi, sikap, perilaku dan komponen-komponen lainya. Dalam menentukan sebuah pilihan tentu masing-masing individu akan berbeda sudut pandang penilaian nya, jadi tidak lah layak perbedaan yang ada kemudian dipaksakan untuk diwakilkan oleh beberapa individu saja.­­­­­­

Terakhir, supaya usulan yang baik tersebut dipertimbangkan kembali, dengan melakukan kajian yang lebih mendalam dengan melibatkan pihak-pihak berkompeten lainya, agar dapat memberikan warna yang lebih bervariasi dalam diskusi yang dilaksanakan.[]

Penulis adalah Makbull Rizki, mahasiswa jurusan Psikologi Fakultas kedokteran Universitas Syiah Kuala angkatan 2015.