Beranda Opini Refleksi Universitas Jantong Hatee Rakyat Aceh 2012

Refleksi Universitas Jantong Hatee Rakyat Aceh 2012

BERBAGI

Anggita Rezki Amelia | DETaK

(Ilustrasi)
(Ilustrasi)

Tiupan terompet dan semburan kembang api usai sudah mengudara kemarin malam. Ya, warga Banda Aceh menyambut malam tahun baru 1 Januari 2013 dengan suka cita. Walau dibalut nuansa gerimis halus, pergantian tahun masehi itu tetap berevolusi. Kini sudah memasuki era  2013. Tersimpan segudang mimpi yang ingin diwujudkan ke depannya. Layaknya mimpi yang ingin diretaskan pada Universitas yang dibangun 52 tahun silam di kota Banda Aceh. Lantas, bagaimana dengan arah Unsyiah tahun ini? Siapkah Universitas Jantong Hatee Rakyat Aceh ini berbenah diri?

2 Januari 2012, masih terngiang di benak mahasiswa Unsyiah saat Darni Daud resmi dihentikan dari jabatan fungsionalnya sebagai rektor. Ya, keputusan tertulis itu tertuang dalam SK Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) tertanggal 13 Maret 2012 oleh Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Indonesia. Bukan lagi rahasia umum mengapa Darni resmi mundur, ia tengah mempersiapkan diri menjadi calon gubernur Aceh 2012-2017.

Iklan Souvenir DETaK

Sayangnya, harapan Darni mejadi orang nomor satu di Aceh pupus sudah, Pemilukada 9 April 2012 tak berpihak padanya. Rekapitulasi suara yang hanya berkisar 4,07 persen, membuat Darni dan pasangannya Ahmad Fauzi (dosen IAIN Ar Raniri, Banda Aceh) berada di urutan ke empat dari lima calon kandidat yang maju. Alhasil, Zaini Abdulah dan Muzakir Manaf menjadi pilihan masyarakat Aceh dengan persentase suara mencapai 55.78 persen. (Wikipedia.org).

Saat Darni tak lagi menduduki kursinya di Universitas Jantong Hatee Rakyat Aceh, Samsul Rizal selaku Pembantu Rektor (PR) 1 Unsyiah, menggantikan posisinya sebagai Penjabat Rektor (PJ) Unsyiah. “Setiap pegawai negeri sipil yang mencalonkan diri pada Pemilukada, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatan fungsionalnya,” sebut Samsul Rizal yang dilansir Detak-unsyiah.com (29/3/12).  Tepat 12 April 2012, Samsul Rizal terpilih secara aklamasi menjadi PJ rektor Unsyiah lewat sidang senat Unsyiah kala itu.

Usai Pemilukada, Isu korupsi bertiup di arena kampus jantong Hatee Rakyat Aceh, Mantan Rektor Unsyiah Darni Daud diduga ikut terlibat. Hal tersebut seperti dilansir serambinews.com (27 September 2012) tentang dana beasiswa melalui program Jalur Pengembangan Daerah (JPD) Tahun 2009/2010, yang raib sebesar 2 Miliyar dari total bantuan Pemda Aceh senilai 17,6 Miliyar lebih.

Terlibatnya Darni membuat tim jaksa penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh mengangkat temuan tersebut ke ranah penyidikan. “Sebetulnya, yang menggunakan dan menarik dana itu di bank adalah Saudara Samsul Rizal selaku Pembantu Rektor (Purek I) yang sekarang menjadi Pj Rektor Unsyiah. Sedangkan saya hanya menandatangani cek untuk penarikan dana tersebut di bank,” kata Darni yang dilansir serambinews.com.

Isu korupsi beasiswa bak musibah bagi nasib mahasiswa Unsyiah yang memerlukan dana untuk kuliah. Tak heran jika mahasiswa ikut berang dengan ulah petinggi Unsyiah yang tega mengorupsi jatah beasiswa mahasiswa. Hingga pada 12 Oktober 2012 lalu,  Delapan mahasiswa Pengurus Komisariat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PK-KAMMI) Unsyiah berunjuk rasa di simpang Kopelma Darussalam. Mereka berteriak minta keadilan, mendesak Kejati Aceh untuk segera mengusut dan menetapkan tersangka dugaan korupsi seharga 2 Milyar itu.

Belum tahu siapa manusia rakus yang menelan dana 2 Milyar rupiah itu, Unsyiah digegerkan oleh sosok rektor baru bernama Samsul Rizal. Ya, pria yang sejak 2006 lalu menjabat sebagai PR 1 di Unsyiah itu kini  menjadi orang nomor satu di Unsyiah. Jumat, 23 November silam, ia dilantik sebagai rektor Unsyiah oleh Kemendikbud, Muhammad Nuh di ibukota Jakarta.

Menjadi rektor Unsyiah yang ke Delapan membuat Samsul Rizal mengantongi banyak pekerjaan rumah. Diantaranya memperbaiki akreditasi Unsyiah yang hingga kini masih menyandang predikat C. sebuah nilai akreditasi yang masih jauh dari kata memuaskan. “Unsyiah belum pantas jadi kebanggaan rakyat Aceh kalau lembu masih berkeliaran bebeas, parkiran belum teratur, sampah-sampah yang masih bertumpuk, juga perilaku dan moral para pelaku yang ada di Unsyiah yang terus dibenahi, agar menjadi panutan masyarakat Aceh,” kata Samsul Rizal yang dilansir tabloid DETaK edisi 33 (September 2012). Pria kelahiran Idi Rayeuk, 8 Agustus 1962 itu menargetkan akreditas Unsyiah menjadi A selama ia menjabat menjadi rektor Unsyiah.

Lantas, ketika Unsyiah mulai bergerak dibawah naungan Samsul Rizal, Presiden Mahasiswa Unsyiah 2013 malah belum jelas siapa orangnya. Kisruh Pemilihan Raya (Pemira) Unsyiah yang diklaim cacat hukum oleh koalisi mahasiswa Unsyiah itu akhirnya tak jadi terlaksana. Pemira yang sudah terjadwal 5 Desember 2012 itu berubah menjadi momok amukan mahasiswa yang menolak Pemira. Pro hingga kontra pun menghantui wajah Pemira Unsyiah.

“Belum ada komunikasi yang mendalam dan belum ada komitmen yang mayoriti. Tidak ada komitmen yang full, sehingga tidak terlaksana dengan baik. Kalau tidak ada komitmen ya jangan buat pemira,” kata Rusli Yusuf, PR 3 Unsyiah yang dilansir detakusk.com.(6/12/12). Alhasil, Pemira tertunda dan belum menemui titik terang kapan akan diadakan kembali. Lalu, apa jadinya Unsyiah tanpa Presma baru?

Belum usai kisruh Pemira, Unsyiah geger dengan berita dualisme rektor, kasus Darni yang hendak menjadi rektor Unsyiah kian meyebar di banyak media. Kali ini bukan tentang Darni yang mencalonkan diri sebagai gubernur Aceh, namun gugatan Darni Daud terhadap Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) RI yang dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (11/12/12).  Sukses menggaet penasehat hukum kondang Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, Darni Daud menyatakan diri sah menjadi Rektor Unsyiah jika Kemendiknas tidak mengajukan banding. Alasan gugatannya hanya berkutat pada statusnya ketika dilantik dan diturunkan menjadi rektor Unsyiah yang menurutnya harus menggunakan keputusan presiden, bukan SK Kemendiknas.

Penat memang, jika terus membahas polemik Unsyiah yang terlalu ramai dengan isu politik kampus atau korupsi para petinggi nan rakus. Walau Unsyiah di tahun 2012 dipenuhi banyak permasalahan. Namun tidak ada salahnya kita menaruh rasa bangga terhadap putra-putri Unsyiah yang mewakili Indonesia ke pulau Hawai, Amerika November silam. Bersama tim dari empat perguruan tinggi lain se-nusantara, Dirjen Pendidikan Tinggi pun menunjuk Unsyiah untuk menampilkan seni budaya Aceh di pulau Hawai sana.

Tak hanya itu, Oktober 2012 lalu, tim dari Unsyiah berhasil meraih juara dua tingkat nasional dalam ajang bergengsi “Youth Power 2012” di Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta. Mereka membahas tentang penangkaran burung murai berbasis pemberdayaan masyarakat yang akhirnya sukses menjadi runner-up. Suatu kemenangan yang patut dibanggakan Unsyiah tentunya.

Berkaca ke masa lalu merupakan pembelajaran sebagai kunci untuk membenahi Unsyiah menjadi lebih baik. Menghapuskan korupsi dan menjerat pelakunya, memperbaiki jaringan internet yang sering dikeluhkan lambat oleh mahasiswa, menjadikan Unsyiah sebagai pusat akademik terbaik di Aceh, perbaikan sistem birokrasi yang transparan dan akuntabel, serta harapan-harapan positif lainnya yang sudah tentu menjadi harapan seluruh civitas akademika Unsyiah di tahun baru ini.

Apalagi yang harus ditunggu, Unsyiah sudah berada di gerbang awal tahun baru.  Yang ingin dicapai pada tahun baru 2013 ini adalah perubahan yang bukan sekedar teori, namun dapat dirasakan dampaknya secara nyata. Semoga dengan hadirnya rektor baru Unsyiah kini dapat membawa peradaban Unsyiah kembali kepada jargon utamanya, yakni sebagai universitas jantung hati rakyat Aceh. []