Beranda Cerpen Panti Asuhan?

Panti Asuhan?

(Sumber: Tirto.id)

Cerpen | DETaK

Suatu malam di sebuah kamar panti asuhan.

“Hei Roy, aku melihat darah di jalan keluar panti asuhan, tepat sehari setelah Emma diadopsi,” bisik Kevin pada Roy.

IKLAN
loading...


“Apa maksudnya? Kenapa ada darah di sana?” tanya Roy.

Kemudian tiba-tiba, tap…tap…tap… Terdengar suara langkah kaki di luar kamar mereka. “Sssttt, tidurlah cepat, jangan ketahuan ibu,” ucap Roy.

Paginya.

Roy dan kevin berdiskusi di belakang panti asuhan mengenai darah yang dilihat Kevin beberapa hari lalu.

“Roy, aku yakin dua minggu ke depan akan ada yang diadopsi lagi, bisa jadi kau atau aku atau anak-anak lain di panti asuhan kita. Aku berencana untuk mencari tahu apakah benar-benar diadopsi atau ada hal lain,” ucap Kevin.

Roy hanya mengangguk iya, tapi Roy kurang peduli terhadap apa yang terjadi.

Dua minggu kemudian.

Ibu panti sedang membereskan pakaian Roy, karena Roy akan diadopsi oleh orang tua barunya.

“Roy, hari ini kamu diadopsi oleh orang tua baru kamu ya, Nak. Mereka orang yang sangat baik, mungkin kamu akan sering jalan-jalan ke luar negeri bersama mereka,” kata ibu panti asuhan.

Mendengar hal ini, Roy sangat senang karena dia sering membaca buku mengenai dunia luar, sehingga Roy lupa apa maksud dari perkataan Kevin minggu lalu. Kevin tetap cuek dan berusaha diam demi mengetahui apakah benar-benar diadopsi atau ada hal lain.

Kemudian ibu membawa Roy ke luar panti asuhan. Dan ketika itu ada seorang anak bernama Kevan, dia anak dari panti asuhan yang sama dengan Kevin dan Roy, dan dia juga kembaran dari Kevin. Kevan melihat kepergian Roy, tapi karena penasaran dengan orang tua yang akan mengadopsi Roy, jadi Kevan ingin melihat dan memastikannya dari dekat.

Kemudian di saat itu Kevan melihat Kevin memegang pisau yang penuh dengan darah bersama ibu panti, dan tidak ada Roy di sana. Kevan kaget, dia berlari masuk ke kamar dan menutup pintunya rapat-rapat. Kevan berdiri tegap di belakang pintu

“Apakah mereka membunuh Roy? Aku tidak menyangka ini, apa yang harus aku lakukan?” tanyanya di dalam hati.

“Seandainya benar ibu panti dan Kevin adalah pembunuh, mungkin kami semua anak panti akan dibunuh oleh mereka dengan seolah-olah telah diadopsi. Tapi bagaimana jika mereka bukan pembunuh dan Roy sekarang hidup bahagia dengan orang tua barunya,” pikir Kevan dalam hati. Kevan benar-benar merasa bingung.

“Apakah aku harus memberi tahu semua anak-anak panti tentang kejadian tadi? Atau hanya diam dan berusah mencari tahu kebenaran, kemudian kabur?” tanyanya kembali di dalam hati.

Malamnya.

Semua anak berkumpul di meja makan untuk makan malam. Kevan merenung dan masih berpikir tentang kejadian tadi pagi. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.

“Hei Kevan, kamu dari tadi tampak merenung, ada apa? Apa makanannya tidak enak?” tanya Sasha teman sebayanya di panti asuhan.

“Ha? Tidak. Aku hanya agak tidak enak badan malam ini,” jawab Kevan seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

Setelah selesai makan dan cuci piring, Kevan langsung masuk ke kamar dan berbaring di kasur, padahal biasanya dia bermain-main dengan anak lain, atau setidaknya membaca buku di ruang buku sebelum waktunya tidur, tapi berbeda dengan malam ini, karena malam ini dia sangat gelisah tentang kejadian tadi pagi. Kemudian tiba-tiba Sasha masuk ke kamar Kevan.

“Kamu gapapa? Apa perlu aku ambilkan obat? Sepertinya kamu benar-benar lelah hari ini,” tanya Sasha.

“Tidak apa-apa, aku hanya butuh tidur,” jawab Kevan. Kemudian Sasha duduk di kasur sebelah Kevan sambil membaca buku.

“Kalau kamu butuh bantuan, bilang saja ke aku,” ucap Sasha yang tampak peduli kepada Kevan.

Kemudian Kevan berpikir untuk menceritakan kejadian tadi pagi tentang adopsi Roy ke Sasha, tapi agak ragu karena takut Sasha akan terkejut dan panik. Jadi, Kevan berpikir dengan cara lain untuk memberi tahunya.

“Sasha, aku mau cerita tentang mimpi aku semalam. Aku bermimpi tentang Roy, sebelum Roy diadopsi. Aku melihat Roy dibunuh oleh Ibu dan Kevin, saat Ibu mengantarkannya ke orang tua yang akan mengadopsinya. Bagaimana menurutmu mimpiku ini, benar-benar seram bukan?” tanya Kevan.

Sasha bingung, “Apa kamu melihat sesuatu tadi pagi? Di saat Ibu mengantar Roy ke orang tua yang akan mengadopsinya? Dan cerita kamu tadi beneran mimpi atau cerita nyata?” tanya Sasha.

Kevan terkejut dan menanyakan balik, “Bagaimana jika aku melihatnya secara nyata dan bukan mimpi?”

“Aku juga melihatnya,” jawab Sasha.

Kevan terkejut. “Kamu melihatnya?” tanya Kevan.

“Ya aku melihatnya, beberapa minggu sebelum Roy diadopsi, aku mendengar percakapan antara Roy dan Kevin tentang darah di jalan keluar panti asuhan setelah Emma diadopsi. Dan Kevin penasaran tentang darah tersebut, apakah benar diadopsi atau ada hal lain. Begitu juga aku, aku juga penasaran, makanya aku coba melihat kepergian Roy, ternyata benar mereka membunuhnya, kemungkinan tidak hanya membunuh, tapi mereka menjual organ dalamnya, karena organ dalam itu sangat mahal apalagi anak-anak seperti kita yang masih sangat bersih dan bagus organ dalamnya,” jawab Sasha.

Kevan terkejut, “Bagaimana kamu bisa tahu sampai sejauh itu? Apa kamu tidak terlalu banyak membaca cerita?” tanya kevan.

“Diam…, aku pernah melihat sesuatu yang mirip hati manusia di gudang belakang panti asuhan kita,” jawab Sasha.

“Jadi, jika benar begitu apa yang harus kita lakukan? Tidak mungkin kita beri tahu semua anak panti, pasti mereka panik, terutama yang masih kecil, selain itu kita tidak bisa telepon polisi, karena tidak ada telepon di sini, mungkin di ruangan sebelah kamar ibu ada telepon, tapi ruangan itu selalu di kunci. Berarti kita memang harus kabur berdua secara manual lewat belakang panti asuhan, kita manjat pagar, walaupun tingginya sampai 3 meter,” kata kevan yang telah berpikir untuk kabur dari tadi siang sampai sekarang.

“Tapi aku tidak sanggup meninggalkan teman-teman yang lain,” keluh Sasha.

“Tapi tidak ada pilihan lain selain ini,” tegas Kevan dengan sedikit pasrah.

Paginya.

Kevan dan Sasha masuk ke ruang baca buku, mereka berdiskusi bagaimana cara kabur dari panti asuhan ini tanpa ketahuan, Kevan menyusun strategi untuk kabur,

“Sasha, kita akan kabur tiga hari lagi. Jadi, sebelum kita kabur, sisa tiga hari ini aku gunakan untuk melihat-lihat keadaan panti asuhan, dan juga Kevin dan Ibu,” ucap Kevan.

Sasha mengangguk dan berkata, “Berarti aku hanya bersikap seperti biasanya sampa di hari kita kabur.”

Selama tiga hari itu, Kevan melihat ibu setiap pagi sekitar pukul 7 masuk ke gudang belakang panti, kemudian setelah sarapan ibu selalu masuk ke ruangan yang selalu dikunci di sebelah kamarnya, dan malam hari sebelum tidur pun ibu selalu masuk ke ruangan itu. Selain itu Kevin juga setiap selesai makan siang dan di sore hari menjelang magrib selalu pergi ke gudang belakang. Semua kejadian ini dijadikan informasi untuk membuat strategi oleh Kevan dan Sasha.

Tiga hari kemudian di malam hari tepat pukul 11. Kevan dan Sasha berencana kabur melalui pintu belakang panti asuhan. Mereka sembunyi-sembunyi supaya tidak ketahuan oleh ibu dan Kevin. Tapi ada suatu hal aneh terjadi, di malam ini semua anak belum ada yang tidur, ada yang masih di ruangan bermain dan juga ada yang berkeliaran di sekitaran rumah. Kevan dan Sasha bingung, kenapa tidak ada yang tidur, padahal seharusnya ini sudah masuk jam tidur. Walaupun demikian Kevan dan Sasha tetap berusaha kabur. Dan sampailah mereka di depan pintu keluar dari pintu rumah panti asuhan.

“Kevan, cepat buka pintunya,” bisik Sasha.

“Sebentar, aku dari tadi belum melihat ibu, apakah mungkin ibu sedang di gudang belakang panti? Atau di kamar? Kamu tunggu di sini, aku akan coba mendengar apakah ada orang kamar ibu dan di ruangan yang dikunci itu,” ucap Kevan sambil berbalik badan dan pergi ke arah kamar ibu.

Sasha menunggu di pintu, tapi karena dia tidak sanggup menunggu, akhirnya Sasha mencoba membuka pintu. Namun, tiba-tiba..

“Hai Sasha, kamu mau kemana malam-malam begini?” tanya ibu sedikit dengan tersenyum sambil menyipitkan matanya, seolah-olah ibu tau Sasha hendak kabur dari rumah.

“Kamu tidak ingin kabur dari rumah kan?” tanya ibu lagi yang membuat Sasha sangat terkejut.

“Kamu tidak mau pisah dengan teman-teman lain di sini kan?” lanjut ibu.

Sasha sangat takut. Kemudian Sasha berlari ke belakang, dan mencoba mencari pintu lain, dan Sasha menemukan jendela yang terbuka, Sasha memanjatnya keluar, saat memanjatnya keluar, ternyata ibu sudah menunggu di luar tepat di samping jendelanya, Sasha benar-benar terkejut, Sasha ditangkap oleh ibu dan menariknya keluar. 

“Sasha apa kamu tau kalau ini bukan panti asuhan biasa?” tanya ibu dengan serius.

Sasha sangat takut dan hampir menangis. Sasha balas bertanya, “Kau benar-benar pembunuh bukan?”.

“Tidak, aku bukan pembunuh, mungkin kamu….” jawab ibu, yang kemudian dipotong Sasha.

“Tidak!!! Kau benar-benar pembunuh aku melihat kau membunuh Roy!”

Kemudian tiba-tiba ada seseorang yang berjalan diam-diam di belakang ibu, dan tiba-tiba menusuk ibu dari belakang tepat di jantungnya. Ibu tersentak kaget hingga sesak kesakitan.

“Si.. siapa kau?” tanya ibu dengan kesakitan.

Seseorang tersebut memakai jaket hitam, masker hitam, semuanya serba hitam untuk menutup identitas dirinya. Kemudian dia menarik tangan Sasha yang sedang terduduk kaget, dia menggendong Sasha kabur keluar dari panti asuhan itu. Kevan yang tidak sengaja melihat Sasha dibawa kabur oleh sesosok pria, langsung mengejar hingga keluar panti asuhan.

“Sasha di mana kamu…?” teriak Kevan.

“Kevan… Aku di sini,” teriak Sasha ke arah Kevan.

Kevan berlari. “Kamu nggak apa-apa? Tadi aku melihatmu dibawa kabur,” tanya Kevan dengan sangat khawatir.

“Iya aku nggak apa-apa, tadi aku digendong oleh Kevin,”jawab Sasha sambil tersenyum karena telah dibantu kabur oleh Kevin.

“Kevin?” tanya Kevan sambil kebingungan melihat Sasha.

Kevin bersandar di pohon dan menjawab.

“Ya, mungkin kamu agak sedikit kesal mendengarnya, dan mungkin aku harus menceritakan semua kejadian ini dari awal.”

Kevan terkejut dan berlari ke arah Kevin dan menggenggam kerah jaket di lehernya,

“Kau yang membunuh Roy bukan?” tanya Kevan berteriak dengan kesal.

“Karena ini, kau harus mendengar cerita aku dulu,” jawab Kevin sambil melepaskan genggaman Kevan di kerahnya.

“Aku dulu hampir sempat dibunuh oleh ibu, karena aku mengetahui sesuatu yang disembunyikan dari panti asuhan itu. Tapi ibu melepaskanku dengan syarat aku harus membantu semua tugas ibu. Tugas ibu yang tidak pernah kalian tahu, yaitu, membunuh, memisahkan organ dalam anak-anak yang telah dibunuh, memutilasi, menjualnya dan lain-lain. Aku benar-benar takut dibunuh, aku tidak punya pilihan lain, aku harus membunuh teman-teman berhargaku demi kehidupanku sendiri. Dan kalian tahu? Dari awal panti asuhan ini diibaratkan seperti tempat ternak, dan kita sebagai sapinya. Dan aku benar-benar muak dengan ini semua, bahkan aku ingin bunuh diri, tapi aku tidak sanggup. Karena itulah, aku selalu mencari kesempatan untuk membunuh ibu supaya kita semua bisa keluar dari panti asuhan. Dan sekarang Tuhan mengabulkan permintaanku itu. Dan akhirnya kita bebas,” ucap Kevan dengan sedikit tersenyum.

Sasha dan Kevan terkejut. Mereka benar-benar mendengar dengan baik cerita dari Kevin tadi.

“Aku mau tanya beberapa hal, pertama mengenai ruangan yang selalu dikunci di sebelah kamar ibu, itu sebenarnya ruangan apa?” tanya kevan penasaran.

“Itu ruangan yang bisa terhubung ke luar, di situ ada telepon yang biasanya ibu gunakan untuk menjual atau bertransaksi gelap,” jawab Kevin.

“Oke, terus kenapa tadi anak-anak belum ada yang tidur dan malah masih ada yang berkeliaran di seputar rumah?” tanya kevan lagi.

“Apa kalian lupa? Besok adalah hari ulang tahun ibu, semua anak bersiap-siap untuk merayakannya. Aku kira kalian tahu itu,” jawab Kevin.

“Ohh ya, aku baru ingat, aku lupa karena terlalu takut dan fokus melarikan diri,” ujar Kevan.

Kemudian mereka saling bercerita tentang semua kejadian yang mereka alami. Pada akhirnya mereka menerima semua kejadian tersebut dan mengikhlaskannya. Sasha, Kevan, dan Kevin berhasil keluar dari panti asuhan itu.[]

Penulis bernama Zuhairi Funna, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala.